Saya Bukan Hacker
1. I. Melawan Arah Jarum Jam
I.
10 November 2013, tepatnya pukul 00.05 dini hari. Laptop
masih menyala sejak 2 hari yang lalu. Serasa dunia berputar berkebalikan.
Pemrograman yang masih menggunakan angka 0 dan 1. Memaksa memutar ulang disk
yang ada dikepalaku, berusaha mencari kesalahan coding dengan program Excelon-Z
yang aku ciptakan tidak lebih dari seminggu yang lalu.
Setiap saat kusempatkan untuk melirik ke arah penunjuk
jam di tepi bawah kanan layar monitor, sehinga dapat mengetahui dengan tepat waktu
saat itu juga. Memudahkan ingatan ini untuk menghafal barisan 0 dan 1 itu. Sepasang
mata yang aku gunakan ini mapir tidak pernah menuju ke arah selain monitor.
Tangan kanan, 3 benda yang akan selalu dipegang, mouse, keyboar bagian kanan,
dan cangkir yang terletak di sebelah kanan layar, terletak berdekatan dengan
ratusan kertas berserakan yang berisi cetakan skrip penting. Secangkir kopi
susu ini takkan bisa menghilangkan rasa dingin malam ini. Hujan yang hampir
setiap hari turun dengan sangat deras, terkadang hingga badai merobohkan
beberapa pohon, menghilangkan tampilan keindahan sekeliling rumah tempat
persembunyian sementaraku. Sirine, suara mobil polisi yang berkeliling atau
hanya melintas membuat tekanan darahku semakin memuncak, semakin waspada, dan adrenalin
semakin meluap- luap. Berharap semuanya baik- baik saja.
Kali ini aku tidak bekerja sendirian lagi. Partnerku,
Fin, wanita terpintar yang ku ketahui sepanjang dunia karirku. Pertama kali
kita bertemu sewaktu aku disewa dan dipekerjakan bersama Fin. Sungguh
mengesankan, tugasku waktu itu hampir gagal. Tetapi cerita berubah karena adanya
Fin.
“Ze, skrip pertama ini sudah aku
kerjakan. Maaf, tidak bisa berlama lama disini, aku ada janji dengan pacarku,”
Kata Fin yang tergesa-gesa, mencari kunci mobilnya.
“Oke, kalau sudah selesai, segera
kembali kesini. O,ya. kunci mobilmu kamu letakkan di saku celana yang belakang.”
Segera berhenti mengobrak- abrik
meja kerja dan menatapku penasaran.
“Benar, thanks Ze.” Sambil merogoh isi saku belakang celana. “Kok kamu bisa tahu?”
“Benar, thanks Ze.” Sambil merogoh isi saku belakang celana. “Kok kamu bisa tahu?”
“Mmmm...” Apa yang harus ku katakan.
“Lama kamu. Sudah, aku terburu-buru,
Bye.”
“Eh,, ya, Bye.” Hampir, mukaku
padahal sudah memerah. Hanya satu solusi, Berpura-npura sedang berpikir.
Masih ku teruskan coding ku, satu skrip ini belum
selesai. Waktuku tinggal 3 jam lagi sebelum waktu pengaktifan. Pekerjaan yang
menguras setengah isi kepalaku, apalagi pemrograman yang aku pakai masih
berbasis 0 dan 1 ini. Bukan tanpa alasan aku memakainya. Keamanan dari codingku
jauh lebih tinggi dibanding dengan yang lain, itulah alasan client ini meminta
bantuanku. Berbeda dengan Fin, coding yang dibuatnya jauh mudah dimengerti dan
lebih cepat, tapi keamanan akan jauh lebih mudah dirusak.
Kepalaku semakin penak. Sepertinya sedikit mengambil
camilan akan mengembalikan pikiranku kembali. Kuputuskan untuk menuju ke ruang
makan, mencari beberapa camilan yang tersisa. Beberapa gelas Jus juga akakn
membuatku segar kembali. TV, menggodaku untuk menikamati camilan dan duduk
bersantai di sofa sambil menonton TV. Sepertinya takkan lama.
“Ting.. tong... Ting.. tong...
Ting.. tong..” Bel pintu itu membangunkanku. Masih mengentuk, tapi tidak lagi
setelah aku tau jam counterdownku menunjukkan 00.29.05. artinya tidak banyak
lagi waktuku.
“Hah, sial, aku tertidur,, Siapa?”
“Aku Fin, cepat bukakan pintunya, Ze.” Jawabnya dari
balik pintu, terdengar seperti sangat tergesa- gesa.
Ku buka pintu itu dan Fin pun segera masuk kedalam.
Menuju ke kamarnya, melepas semua atribut cantiknya. Berganti pakaian seperti
biasa.
“Bagaimana skripmu?” Memandangku yang masih terlihat
tegang dan tergesa-gesa. Tanpa mendapat jawaban dariku.
“Pasti kamu tertidur, dan skrip mu belum kamu
selesaikan?” Aku tidak menggubrisnya, masih tetap fokus pada layarku. Tangan
Fin merangkul pundakku. Sontak tanganku berhenti menuliskan ribuan rantai angka
itu. Pura pura saja tidak tahu. Kecepatan mengetikku menurun drastis.
Sepertinya Fin menyadarinya. Kepalanya mendekat ke sampingku. Kulihat dia
begitu serius, memandang leyar monitorku. Seperti sedang membaca skripku.
Setelah beberapa menit disampingku, dia pergi begitu saja.
Kembali aku lihat Jam, sial, 5 menit, sepertinya tidak
sanggup. Kecepatan mengetikku kembali meningkat. Tinggal beberapa menit saja. Skrip
ini padahal masih panjang. 1 menit. Bagaimana cara menyelesaikannya.
“Ini.” Fin memberikan flashdisknya. Seperti orangnya yang
menawan, flashdisk itu berwarna pink bermotif menarik dan imut.
“Apa ini? Aku tidak punya waktu untuk itu, waktuku tidak
banyak lagi.” Menghiraukannya begitu saja, kembali terfokus ke layar komputer.
“Kamu tidak mau? Ini Skrip lanjutanmu.”
“Serius?”
“Jika tidak, ya sudah.”
“Eits...” Aku langsung merebut flashdisk itu dari tangan
Fin. Segera Memasukkan ke PC. Masuk. 11 detik. Perlu waktu untuk mengunggah.
Semoga berhasil.
00.00.01.
“Yesss.. “ Teriakku, tanpa sadar aku memeluk Fin
“Terimakasih banyak Fin.”
“Iya..” Fin hanya terdiam saja.
“Ehem.. ehem.”
“Mm,, Maaf..” Kulepaskan pelukanku dari Fin. Wajahku
kembali memerah.
“Job pertamaku takkan berhasil tanpamu, terimakasih.”
Kali ini aku hanya menjabat tangannya. Aku lihat jari manisnya ternyata sudah
ada cincin yang menghiasi. Saat itu aku tau bahwa dia telah hampir menikah.
Kembali aku melihat jam di layar monitor. 04.21, mataku
sudah tidak kuat lagi, tidak bisa meminta bantuan Fin yang sudah tertidur pulas
di depan TV. Diatas sofa yang empuk sejak selesainya dia mengerjakan skrip. Aku
putuskan untuk tidur saja. Memaksakan diri juga tidak akan memuaskan hasilnya.
“Kring.. Kring..” Dering telfon di samping ranjangku
berbunyi. Fin membangunkanku.
“Ada telfon. Makan pagi juga, makanan sudah aku siapkan.”
“Termikasih.” Segera aku angkat Telfon Genggam.
“Halo. Jadi skrip sudah siap? Setelah telfon ini kamu
harus segera berpindah, lokasimu sudah dilacak. Itu berarti juga kamu harus
segera mengaktifkannya.” Ternyata yang menelfon adalah client kita.
“Bagaimana bisa?”
“Tuut... Tuut.. Tuut..”
“Ha.. Haloo.. Sial”
Aku berlalu menuju ke depan komputer. Segera
menghidupkannya.
“Sial.. Dimana skripku.. Fin, kamu tahu skrip ku?” Fin
datang menghampiriku, memegang tanganku. Menarikku dari Kursi depan komputer.
“Tidak bisa, ini masalah serius.”
“Ikut aku saja.” Aku dibawanya ke meja makan untuk segera
sarapan pagi.
“Tapi, bagaimana kalau kali ini kita gagal.”
“Kamu makan dulu, kita bicarakan setelah kamu makan.”
Dengan santainya jawaban dari Fin. Tapi aku tetap tergesa- gesa. Menghabiskan
makanan secepat mungkin.
“Fin, bagaimana?”
“Fin, bagaimana?”
“Bagaimana apanya?”
“Skirp.. Skrip kita?!”
“Masalah itu. Aku sudah menyelesaikannya sewaktu kamu
tidur.”
“Be.. Beneran nih?”
“Iya, masak aku bohong.”
Kali ini aku terselamatkan lagi oleh Fin.
“Sepertinya, aku selalu merepotkanmu. Tidak tahu
bagaimana aku membalas jasamu. Terimakasih Fin.”
“Tidak masalah buatku, santai saja.”
Job kali ini terselesaikan dengan mulus, tentu saja bukan
kerjaku sendiri. Ini berkat Fin.
Suara sirine polisi mulai terdengar. Semakin ramai dan
semakin banyak. Seluruh polisi mengepung seluruh rumah dan team Densus bersiap
memasuki rumah. Sejumlah 7 orang tepatnya. Berperalatan lengkap khusus untuk
orang2 seperti kami. Kamera di tempat sekitar sini sudah kami sadap secara
penuh. Apapun dapat terlihat di gadget yang ada di genggamanku ini.
“Keluarlah secara tenang dengan tangan berada di atas
kepala, atau kami akan masuk secara paksa.” Suara komander dengan toa yang
digenggamnya, toa berwarna putih biru ala polisi.
“Fin kamu sudah selesai membereskan semua?”
“Sudah, bagaimana denganmu?”
“Sedikit lagi. Jangan sampai kita meninggalkan jejak
disini.”
“Siap bos.” Sedikit bercandanya membuatku agak terkejut,
menatapnya. Dia memberikan balasan tersenyum bercanda.
Menuruni tangga. Membawa barang-barang penting yang cukup
berat. Terlihat Fin bersusah payah membawa barang-barangnya. Melewati tangga
dengan barang-barang ini memang cukup menyusahkan. Semakin kebawah, menuju
lantai dasar, keringat bertetesan melewati wajah, berkali-kali mengusapkan
tangan kewajah agar keringat tidak memasuki mata. Ku lihat di gadget, mereka
sudah mendapatkan perintah dari komander untuk segera masuk. Memasuki rumah,
mendobrak keras pintu depan rumah menggunakan pemukul besi jumbo. Menuju ke
lantai Dua, Menelusuri seluruh ruangan di lantai itu. Memberantaki seluruh isi
ruangan, mencari barang- barang bukti, tetapi tak satupun bukti yang bisa
didapat. Menuju lantai berikutnya. Ternyata di lantai tersebut mereka menemukan
pintu yang paling sulit untuk di dibuka. Mencoba membuka pintu itu dengan
peralatan yang ada saat itu sembari meminta tambahan bantuan. Peralatan khusus
didatangkan. Berkat peralatan itu mereka berhasil membuka dan memasuki ruangan
itu. Tertangkap, Laki-laki dan wanita yang sedang tidur di tempat itu, pemilik
rumah.
Berlari kecil, menuju sebuah mobil diseberang sana.
Kurang lebih 1 km di luar kerumunan itu. Mobil hitam sporty, tetapi tidak terlihat
terlalu mencolok. Tujuan berikutnya adalah dermaga. Clien sudah menyiapkan
semuanya, kapal mewah yang siap melayani kami kemanapun tujuan yang kami
inginkan. Dalam anganku, tergambar pulau tujuan yang sangat indah, dengan udara
yang sangat sejuk. Penuh dengan bidadari- bidadari dari surga, surga dunia
lebih tepatnya. Semakin tidak sabar untuk sampai. Liburan setelah menyelesaikan
tugas ini memang sangat dibutuhkan.
Plak... pukulan keras menuju punggungku. Mengembalikan
kesadaran dari bayangan angan- angan akan pulau surga. Kejutan ini hambir
membuatku terjungkal keluar dek kapal, melewati batas besi tempatku duduk
sendiri.
“Hey.. Sadar..” Ternyata itu Fin.
“Yang benar saja, kamu membuatku hambir terjatuh
barusan.”
“Hihi, maaf. Salah siapa juga duduk di tempat yang
berbahaya, melamun pula.”
“Siapa?! Dari tadi aku hanya ingin merasakan sejuknya
angin laut.”
“Tidak mungkin, dari tadi kamu terlihat melamun. Apa yang
kamu bayangkan? Aku? Mengaku saja lah?”
“Naif kamu. Sudahlah, orang yang sudah punya pacar mana
mungkin bisa aku bayangkan.”
“Mmmm... Begitu.”
--The End of part 1--
Nice first chap, sal!
ReplyDeleteWrite the next, please. Want to see Ze and Fin again. soon :)
Terimakasih,
DeleteBeruntung tulisan saya dapat komentar dari Penulis Terkenal dengan nama pena Flazia, dengan judul novel Phobia, 1/6 , Insomnia. :)
Mungkin sesegera mungkin akan lanjut ke cerita kedua nya, stay tune terus disini ya :)
lanjut.. lanjut chapter berikutnya.. Ze sama Finnya kek mana hubungannya? sesama agen atau masih dirahasiakan kah? tiap chapter ganti judul dong, kayak komik2 jepang, hehe :D
ReplyDeleteZe dan Fin sama sama punya backgroud didunia IT, kebetulan mereka sering dapat job dari Bos yang sama. Bagaimana hubungan mereka selanjutnya... Stay tune disini ya ;)
Delete