Sunday 5 January 2014

Saya Bukan Hacker

Saya Bukan Hacker

1.    I. Melawan Arah Jarum Jam
I. 
10 November 2013, tepatnya pukul 00.05 dini hari. Laptop masih menyala sejak 2 hari yang lalu. Serasa dunia berputar berkebalikan. Pemrograman yang masih menggunakan angka 0 dan 1. Memaksa memutar ulang disk yang ada dikepalaku, berusaha mencari kesalahan coding dengan program Excelon-Z yang aku ciptakan tidak lebih dari seminggu yang lalu.
Setiap saat kusempatkan untuk melirik ke arah penunjuk jam di tepi bawah kanan layar monitor, sehinga dapat mengetahui dengan tepat waktu saat itu juga. Memudahkan ingatan ini untuk menghafal barisan 0 dan 1 itu. Sepasang mata yang aku gunakan ini mapir tidak pernah menuju ke arah selain monitor. Tangan kanan, 3 benda yang akan selalu dipegang, mouse, keyboar bagian kanan, dan cangkir yang terletak di sebelah kanan layar, terletak berdekatan dengan ratusan kertas berserakan yang berisi cetakan skrip penting. Secangkir kopi susu ini takkan bisa menghilangkan rasa dingin malam ini. Hujan yang hampir setiap hari turun dengan sangat deras, terkadang hingga badai merobohkan beberapa pohon, menghilangkan tampilan keindahan sekeliling rumah tempat persembunyian sementaraku. Sirine, suara mobil polisi yang berkeliling atau hanya melintas membuat tekanan darahku semakin memuncak, semakin waspada, dan adrenalin semakin meluap- luap. Berharap semuanya baik- baik saja.
Kali ini aku tidak bekerja sendirian lagi. Partnerku, Fin, wanita terpintar yang ku ketahui sepanjang dunia karirku. Pertama kali kita bertemu sewaktu aku disewa dan dipekerjakan bersama Fin. Sungguh mengesankan, tugasku waktu itu hampir gagal. Tetapi cerita berubah karena adanya Fin.
            “Ze, skrip pertama ini sudah aku kerjakan. Maaf, tidak bisa berlama lama disini, aku ada janji dengan pacarku,” Kata Fin yang tergesa-gesa, mencari kunci mobilnya.
            “Oke, kalau sudah selesai, segera kembali kesini. O,ya. kunci mobilmu kamu letakkan di saku celana yang belakang.”
            Segera berhenti mengobrak- abrik meja kerja dan menatapku penasaran.
            “Benar, thanks Ze.” Sambil merogoh isi saku belakang celana. “Kok kamu bisa tahu?”
            “Mmmm...” Apa yang harus ku katakan.
            “Lama kamu. Sudah, aku terburu-buru, Bye.”
            “Eh,, ya, Bye.” Hampir, mukaku padahal sudah memerah. Hanya satu solusi, Berpura-npura sedang berpikir.
Masih ku teruskan coding ku, satu skrip ini belum selesai. Waktuku tinggal 3 jam lagi sebelum waktu pengaktifan. Pekerjaan yang menguras setengah isi kepalaku, apalagi pemrograman yang aku pakai masih berbasis 0 dan 1 ini. Bukan tanpa alasan aku memakainya. Keamanan dari codingku jauh lebih tinggi dibanding dengan yang lain, itulah alasan client ini meminta bantuanku. Berbeda dengan Fin, coding yang dibuatnya jauh mudah dimengerti dan lebih cepat, tapi keamanan akan jauh lebih mudah dirusak.
Kepalaku semakin penak. Sepertinya sedikit mengambil camilan akan mengembalikan pikiranku kembali. Kuputuskan untuk menuju ke ruang makan, mencari beberapa camilan yang tersisa. Beberapa gelas Jus juga akakn membuatku segar kembali. TV, menggodaku untuk menikamati camilan dan duduk bersantai di sofa sambil menonton TV. Sepertinya takkan lama.
            “Ting.. tong... Ting.. tong... Ting.. tong..” Bel pintu itu membangunkanku. Masih mengentuk, tapi tidak lagi setelah aku tau jam counterdownku menunjukkan 00.29.05. artinya tidak banyak lagi waktuku.
“Hah, sial, aku tertidur,, Siapa?”
“Aku Fin, cepat bukakan pintunya, Ze.” Jawabnya dari balik pintu, terdengar seperti sangat tergesa- gesa.
Ku buka pintu itu dan Fin pun segera masuk kedalam. Menuju ke kamarnya, melepas semua atribut cantiknya. Berganti pakaian seperti biasa.
“Bagaimana skripmu?” Memandangku yang masih terlihat tegang dan tergesa-gesa. Tanpa mendapat jawaban dariku.
“Pasti kamu tertidur, dan skrip mu belum kamu selesaikan?” Aku tidak menggubrisnya, masih tetap fokus pada layarku. Tangan Fin merangkul pundakku. Sontak tanganku berhenti menuliskan ribuan rantai angka itu. Pura pura saja tidak tahu. Kecepatan mengetikku menurun drastis. Sepertinya Fin menyadarinya. Kepalanya mendekat ke sampingku. Kulihat dia begitu serius, memandang leyar monitorku. Seperti sedang membaca skripku. Setelah beberapa menit disampingku, dia pergi begitu saja.
Kembali aku lihat Jam, sial, 5 menit, sepertinya tidak sanggup. Kecepatan mengetikku kembali meningkat. Tinggal beberapa menit saja. Skrip ini padahal masih panjang. 1 menit. Bagaimana cara menyelesaikannya.
“Ini.” Fin memberikan flashdisknya. Seperti orangnya yang menawan, flashdisk itu berwarna pink bermotif menarik dan imut.
“Apa ini? Aku tidak punya waktu untuk itu, waktuku tidak banyak lagi.” Menghiraukannya begitu saja, kembali terfokus ke layar komputer.
“Kamu tidak mau? Ini Skrip lanjutanmu.”
“Serius?”
“Jika tidak, ya sudah.”
“Eits...” Aku langsung merebut flashdisk itu dari tangan Fin. Segera Memasukkan ke PC. Masuk. 11 detik. Perlu waktu untuk mengunggah. Semoga berhasil.
00.00.01.
“Yesss.. “ Teriakku, tanpa sadar aku memeluk Fin
“Terimakasih banyak Fin.”
“Iya..” Fin hanya terdiam saja.
“Ehem.. ehem.”
“Mm,, Maaf..” Kulepaskan pelukanku dari Fin. Wajahku kembali memerah.
“Job pertamaku takkan berhasil tanpamu, terimakasih.” Kali ini aku hanya menjabat tangannya. Aku lihat jari manisnya ternyata sudah ada cincin yang menghiasi. Saat itu aku tau bahwa dia telah hampir menikah.
Kembali aku melihat jam di layar monitor. 04.21, mataku sudah tidak kuat lagi, tidak bisa meminta bantuan Fin yang sudah tertidur pulas di depan TV. Diatas sofa yang empuk sejak selesainya dia mengerjakan skrip. Aku putuskan untuk tidur saja. Memaksakan diri juga tidak akan memuaskan hasilnya.
“Kring.. Kring..” Dering telfon di samping ranjangku berbunyi. Fin membangunkanku.
“Ada telfon. Makan pagi juga, makanan sudah aku siapkan.”
“Termikasih.” Segera aku angkat Telfon Genggam.
“Halo. Jadi skrip sudah siap? Setelah telfon ini kamu harus segera berpindah, lokasimu sudah dilacak. Itu berarti juga kamu harus segera mengaktifkannya.” Ternyata yang menelfon adalah client kita.
“Bagaimana bisa?”
“Tuut... Tuut.. Tuut..”
“Ha.. Haloo.. Sial”
Aku berlalu menuju ke depan komputer. Segera menghidupkannya.
“Sial.. Dimana skripku.. Fin, kamu tahu skrip ku?” Fin datang menghampiriku, memegang tanganku. Menarikku dari Kursi depan komputer.
“Tidak bisa, ini masalah serius.”
“Ikut aku saja.” Aku dibawanya ke meja makan untuk segera sarapan pagi.
“Tapi, bagaimana kalau kali ini kita gagal.”
“Kamu makan dulu, kita bicarakan setelah kamu makan.” Dengan santainya jawaban dari Fin. Tapi aku tetap tergesa- gesa. Menghabiskan makanan secepat mungkin.
            “Fin, bagaimana?”
“Bagaimana apanya?”
“Skirp.. Skrip kita?!”
“Masalah itu. Aku sudah menyelesaikannya sewaktu kamu tidur.”
“Be.. Beneran nih?”
“Iya, masak aku bohong.”
Kali ini aku terselamatkan lagi oleh Fin.
“Sepertinya, aku selalu merepotkanmu. Tidak tahu bagaimana aku membalas jasamu. Terimakasih Fin.”
“Tidak masalah buatku, santai saja.”
Job kali ini terselesaikan dengan mulus, tentu saja bukan kerjaku sendiri. Ini berkat Fin.
Suara sirine polisi mulai terdengar. Semakin ramai dan semakin banyak. Seluruh polisi mengepung seluruh rumah dan team Densus bersiap memasuki rumah. Sejumlah 7 orang tepatnya. Berperalatan lengkap khusus untuk orang2 seperti kami. Kamera di tempat sekitar sini sudah kami sadap secara penuh. Apapun dapat terlihat di gadget yang ada di genggamanku ini.
“Keluarlah secara tenang dengan tangan berada di atas kepala, atau kami akan masuk secara paksa.” Suara komander dengan toa yang digenggamnya, toa berwarna putih biru ala polisi.
“Fin kamu sudah selesai membereskan semua?”
“Sudah, bagaimana denganmu?”
“Sedikit lagi. Jangan sampai kita meninggalkan jejak disini.”
“Siap bos.” Sedikit bercandanya membuatku agak terkejut, menatapnya. Dia memberikan balasan tersenyum bercanda.
Menuruni tangga. Membawa barang-barang penting yang cukup berat. Terlihat Fin bersusah payah membawa barang-barangnya. Melewati tangga dengan barang-barang ini memang cukup menyusahkan. Semakin kebawah, menuju lantai dasar, keringat bertetesan melewati wajah, berkali-kali mengusapkan tangan kewajah agar keringat tidak memasuki mata. Ku lihat di gadget, mereka sudah mendapatkan perintah dari komander untuk segera masuk. Memasuki rumah, mendobrak keras pintu depan rumah menggunakan pemukul besi jumbo. Menuju ke lantai Dua, Menelusuri seluruh ruangan di lantai itu. Memberantaki seluruh isi ruangan, mencari barang- barang bukti, tetapi tak satupun bukti yang bisa didapat. Menuju lantai berikutnya. Ternyata di lantai tersebut mereka menemukan pintu yang paling sulit untuk di dibuka. Mencoba membuka pintu itu dengan peralatan yang ada saat itu sembari meminta tambahan bantuan. Peralatan khusus didatangkan. Berkat peralatan itu mereka berhasil membuka dan memasuki ruangan itu. Tertangkap, Laki-laki dan wanita yang sedang tidur di tempat itu, pemilik rumah.
Berlari kecil, menuju sebuah mobil diseberang sana. Kurang lebih 1 km di luar kerumunan itu. Mobil hitam sporty, tetapi tidak terlihat terlalu mencolok. Tujuan berikutnya adalah dermaga. Clien sudah menyiapkan semuanya, kapal mewah yang siap melayani kami kemanapun tujuan yang kami inginkan. Dalam anganku, tergambar pulau tujuan yang sangat indah, dengan udara yang sangat sejuk. Penuh dengan bidadari- bidadari dari surga, surga dunia lebih tepatnya. Semakin tidak sabar untuk sampai. Liburan setelah menyelesaikan tugas ini memang sangat dibutuhkan.
Plak... pukulan keras menuju punggungku. Mengembalikan kesadaran dari bayangan angan- angan akan pulau surga. Kejutan ini hambir membuatku terjungkal keluar dek kapal, melewati batas besi tempatku duduk sendiri.
“Hey.. Sadar..” Ternyata itu Fin.
“Yang benar saja, kamu membuatku hambir terjatuh barusan.”
“Hihi, maaf. Salah siapa juga duduk di tempat yang berbahaya, melamun pula.”
“Siapa?! Dari tadi aku hanya ingin merasakan sejuknya angin laut.”
“Tidak mungkin, dari tadi kamu terlihat melamun. Apa yang kamu bayangkan? Aku? Mengaku saja lah?”
“Naif kamu. Sudahlah, orang yang sudah punya pacar mana mungkin bisa aku bayangkan.”
“Mmmm... Begitu.”
--The End of part 1--